June 25, 2007

SURAT UNTUK IBU (WHITE LIES)

Merah Putih 65 / Singapore - Indonesian
09:11 / Drama, Shooting / 2007


Creator Words :
Seorang anak yang sedang bekerja di luar negeri mengabarkan kepada ibunya bahwa dia baik-baik saja, tapi kenyataan berbeda.

7 comments:

Anonymous said...

bsgi saya ini film politik,

" why are indonesian people are so lazy and careless"

tagline diatas jelas akan menimbulkan kontroversi,bahkan mungkin saja menjadikan pembuktian terbalik,

yg jelas, semangat berkarya adalah mutlak, ditengah jutaan blog, dan internet account para pelajar Indonesia dan para workernya yg memperlihatkan, kemewahan perjalanan mereka,

film ini memberikan gambaran lain dr kemewahan semu blog2 td dan isu yg nyata dan wajar..

jelas,
layak vote!!

Anonymous said...

Pengungkapan realita adalah kekuatan film ini.

scene yang tersusun rapih juga menambah nilai tambah sehingga nilai moral yang ingin disampaikan dapat dengan mudah dicerna tanpa bermaksud untuk menggurui. Terlihat jelas sang sutradara cukup banyak melihat referensi beberapa film independen terbaik.

Diakhir cerita, terlihat film ini tidak memberikan kesimpulan akhir akan kelanjutan hidup si aktor utama karena memang bukan film politik yang penuh propaganda.

Kesederhanaan menjadi initial dari film ini , ditunjang juga dengan akting natural dari pemain2 yang terlibat di dalamnya.

Film ini layak diapresiasi sebagai kisah lain perjuangan hidup . . . .

Anonymous said...

hmm..ga nyangka kalo itu terjadi sama orang Indonesia yg ada di negeri orang..

filmnya cukup bagus karena dapat membawa perasaan penonton..

Anonymous said...

merah putih di meja belajar euy!..cool!..

harus liat versi penuhnya!.. :D

Anonymous said...

sepertinya script writernya belum berpengalaman ya? tapi layak untuk ditonton, karena membuat para penonton terkejut dengan sex scene yang menghanyutkan (mungkin sex scene cuma hadir di versi unrated dengan beberapa deleted scene... untungnya saya sudah menonton film ini sebelum masuk ke lembaga sensor).
keep up the good work, anyway

YosoBayuDono said...

Film ini cukup relevan dengan kondisi saat ini, saya jadi ingat dengan Ceriyati yang kabur dari jendela gara2 diperlakukan secara kasar oleh majikannya. Kasus dalam film ini mungkin lebih ringan daripada Ceriyati, tapi sedikit mirip...ada bullying2 dari atasan, susah makan karena nggak punya uang..mungkin bisa menjadi referensi bagi pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan nasib warga Indonesia yang bekerja di luar negeri...buat teman2ku yang di luar sana...tabah ya...ada kabar bagus, mi instan in**mieakan mengeluarkan rasa baru jadi mudah2an kalian nggak bosen...
Hidup Film Indonesia...

bukandslr said...

kisah di film ini adalah realita yang umum terjadi bagi para pelajar rantauan. Di luar negeri atopun di luar kampung si pelajar tersebut. Begitu pelajar keluar dari daerahnya sendiri..siap2 aja mengalami kemandirian yang mungkin diluar perencanaan. Tapi tentu saja dituntut kreatifitas dari seorang perantau untuk tetap menyambung api kompor dapurnya, tidak sedikit pelajar rantauan yang bekerja sebagai part time worker di restaurant n bar, factory, public service, library..etc. Bahkan saking giatnya mencari uang isa lupa kuliah yang tadinya tujuan utama adalah belajar manjadi kedok status aja (pelajar mendapat ijin kerja legal dalam batas waktu tertentu tanpa harus mengubah status visa). Banyak cerita yang bisa diangkat dari perjalanan perantau. Mudah2an si penulis ndak hanya berhenti mengungkap sampe disini aja. Maju terus sep!!!